Representasi Perempuan Pada Serial Netflix Gadis Kretek

Question

Halo guys, disini udah ada yang nonton serial netlifx gadis kretek belum? aku benar-benar amazed dan bangga, produser-prosuser di negara kita udah berani keluar dari zona nyaman dengan mengangkat cerita dengan isu feminisme. Melalui karakter perempuan yang kuat dan narasi yang kritis, serial Gadis Kretek udah berhasil memberikan edukasi tentang kesetaraan gender dan peran perempuan dalam masyarakat.

Aku mau ngajak kalian diskusi tentang film ini. yuk sharing gimana pendapat kalian tentang karakter perempuan dalam serial gadis kretek?

Accepted Answer

Gadis Kretek rada gimmicky menurutku. Aku nonton sama suamiku. Sedikit tambahan konteks, suamiku perokok berat sementara aku anti rokok (dan datang dr keluarga anti rokok). Jadi ada perbedaan seberapa familiar kami dg dunia rokok untuk mempersepsi serial tsb. Tapi ternyata kesimpulan kami agak mirip: serial ini overhype. 
.
Aku paham sih arah cerita ini mau gimana. Intinya tentang gimana ada perempuan menggeluti industri yang didominasi laki-laki. Aku pribadi sebagai awam perokokan berharap ketika Jeng Yah disebut sebagai sosok yang sangat passionate terhadap dunia kretek, bakal ada adegan yang menggambarkan sisi nerd dia ngoceh bahan-bahan kretek, cara ngolah, dst yang membuatku jadi dapat gambaran dasar oh kretek tu gini toh seluk beluknya, seninya begini, bikinnya begini dst. Minimal jelasin kek saus itu apa! Bolak balik saus dan kegiatan meracik saus tuh disebut sebut tapi sebatas disebut aja. Padahal kalau dari telinga awam, saus tu kebayangnya saus sambel ama saus tomat botol.

Jadi kesannya yang sudah ada tuh cuma adegan adegan simbolik. Si pencerita lebih sibuk meyakinkan penonton bahwa "Jeng Yah beneran nerd kretek loh", daripada membiarkan sosok Jeng Yah hidup dan bertindak tanduk sebagaimana karakter dia. Pas nonton tuh akhirnya suamiku yang jelasin lho tentang saus. Dia sendiri bilang pernah coba racik saus kretek sendiri.

Persepsiku ini akhirnya make sense ketika suamiku bilang kalo sepertinya penulisnya sebetulnya tu gak menggeluti langsung dunia kretek. Jadi perspektifnya lebih seperti outsider yang memotret dunia kretek, makanya sosok Jeng Yah terasa kurang matang. Unsur romansanya juga masih mendominasi, jadi aku pribadi kecewa.

Aku nonton ini udah udah beberapa bulan lalu, jadi kurang inget apa saja poin kesimpulan dari diskusi kami. Tapi kalau bagi suamiku, Jeng Yah terkesan seperti tryhard. Kebetulan dia sendiri punya pengalaman jaman kuliah ketika kadang ada cewek yang berusaha gabung circle dia, tapi kelihatan "berlagak familiar" dengan miras dan rokok dg nyebutin beberapa merek padahal menurut suamiku, merek yang dia sebut itu sebetulnya miras/rokok yang gak "terlalu keras". Walhasil alih alih keliatan sebagai orang yang punya preferensi dan prinsip sendiri, dia malah kehilangan identitas dan terkesan haus pengakuan. Jeng Yah ada rasa-rasa kayak gininya.

Kalau menurutku sih misal penulisnya memang berangkat dari pov pihak ketiga, ya sudah, ada keterbatasan referensi. Aku gak bisa ngarep banyak.

Aku lupa bagian apa lagi yang diketawain sama suamiku. Mungkin yang berhubungan tentang beli bahan saus, atau tembakaunya. Katanya ide Jeng Yah atau si cowoknya itu gak realistis, gak mungkin dilakukan, tapi di serialnya digambarkan seakan solutif banget.

Aku sih menyayangkan ya. Soalnya dilema perempuan yang coba diangkat di sini memang nyata terjadi. Tapi bagiku, pengemasannya cerita Gadis Kretek ini di permukaan banget. Dunia kreteknya kayak cuma dipake buat kostum aja dan bagiku agak merusak pesan tentang perjuangan perempuan. Bagiku, utk isu perempuannya, masih lebih menyentuh Monalisa Smile atau Little Woman atau Laura Inggals (serial Little House)😅

Monalisa Smile kemaren aku nonton ulang masih mewek mewek di beberapa bagian. Beberapa yang bikin frustrasi tu karena di situ ada penggambaran woman vs woman, jadi perempuan malah sibuk saling jegal, padahal kita sama sama ditempatkan di posisi yang gak enak. Isu yang diangkat mungkin bisa dianggap kuno: perkara career vs family. Tapi karena settingnya di mahasiswi mahasiswi muda yang pinter yang sudah mau lulus, fase di mana kita akan membuat keputusan besar yang kemungkinan akan menentukan hidup kita sampai tua, jadi pertaruhannya kerasa sekali. Terus ada poin di mana cara kita memaknai feminisme juga dipertanyakan. Apakah kuat dan berdaya itu berarti meniru hidup laki-laki, atau sebetulnya apa sih esensi hidup sebagai perempuan? Terus juga ada dualitas di mana inspirasi/idola itu bisa membukakan mata kita, tapi bukan berarti lalu harus diadopsi keseluruhannya secara mentah.

Kalau sekarang yang lagi jadi waiting listku tuh Why Women Kill.

Answer

Kisahnya benar-benar mencerminkan realitas perempuan saat itu. dimana mereka harus mengubur mimpi-mimpinya karena terkurung oleh batasan norma sosial. Namun karakter utamanya berhasil berusaha mendobrak ketimpangan tersebut walaupun menyadari bahwa ada batasan-batasan yang dia hadapi sebagai seorang perempuan dalam meraih mimpinya.

Answer

Karakter perempuan (jengyah) dalam series ini menurutku merepresentasikan perempuan yang melawan patriarki, dimana mereka ditempatkan pada sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama serta mendominasi dalam berbagai peran yang ada di masyarakat. Patriarki menganggap bahwa perempuan dianggap hanya mampu berada di rumah untuk hamil, melahirkan, mengasuh anak atau mengerjakan pekerjaan rumah. Menurutku ceritanya cukup relate bahkan dijaman sekarang, dimana budaya patriarki sangat melekat bahkan mendominasi hingga ke bidang pekerjaan.

Answer

Aku belum nonton sih tapi kira2 dibanding film Kartini atau Dewi Sartika seberapa mengangkat isu feminisme ya?