Sengaja ga mau nulis panjang judulnya biar yah bisa kalian nerka2 sendiri ini arahnya ke mana... Rasanya aneh juga pertama kali nulis FD keluarin uneg2 masalah pribadi. Alasan selama ini aku ga mau nulis personal life karena jejak digital sih. Terlebih aku liat sis @curatedbytika and @dearestif pernah ngeluarin uneg2 di grup Quarter-Life Crisis, ga ada salahnya sebagai manusia biasa. . Ga nulis ditempat lain karena ada pergolakan batin juga untuk kecocokannya. So ini sebenarnya ke arah hal yg lagi happening banget dan viral, soal konser Coldplay. Menurut teman2 bagaimana pendapat kalian soal komen yg ada diartikel ini? : https://shorturl.at/efrD1 Kalo aku mau nethink ya, jangan2 dia iri karena ga kebagian tiket konser dan penganut paham frugal life. Baru juga konser Coldplay, cuman mereka lebih keangkat karena status band besar dan "bule"nya itu. Atau akunya saja yg sensitif menanggapi komen beliau yg bukan penganut paham penikmat "ga asik kalo ga ketemu live, beda expriencenya dan loe ga bakalan ngerti sensasinya"? Aku yakin semua ada circlenya masing2...(pdhl aku juga ga datang ke konsernya kok dan ga feeling down so hard). . Disini letak terberatnya bagaimana kalo ada 2 kubu yg ga bisa misahin antara karya dan kepribadiannya? The horror thing is It will be ruin your family ties and sibling bond... Malam ini beneran terjadi antara aku, bapakku dan adikku yg cowok bertengkar soal band Inggris ini. Awalnya cuman perkara nanya paket dariku yg rencana buat kado ultahnya adeku udah sampe kantor apa enggak, dia belum cek. Alasannya cuti, pdhl adekku sudah ambil cuti lebaran kmrn. Trus cek tanggal saat itu, sepertinya ini ada kaitannya sama penjualan tiket konser tersebut karena baca sekilas it's that day. Dgn friendlynya sprt selayaknya teman, aku hanya becanda apa dia jadi calo? Karena jawabannya singkat dan responnya rada slow, dia cuma menerangkan cuti ditempat kerjanya beda dan dia ga dapat (tiketnya). Asumsiku salah, sepertinya dia ga jadi calo tp niat buat diri sendiri. Karena aku ga ada niat apapun buat mengabarkan apa yg sdg dilakukan dan ga punya topik pembicaraan lain dan spontan, aku cerita soal chatan sama adikku sama bapakku. Tak disangka, responnya beda dari yg kuharapkan. Bukannya nyantai, tiba2 bapakku sedikit mengeras kalo nekat nonton konser sekalipun itu tandanya adekku masuk golongan org kafir dgn alasan band itu dtg ke negara kita dgn propaganda (yah sudah ga usah kujelaskan lagi). Dugaanku, karena mungkin ga terima sama perlakuanku, adekku menyalahkan aku sbg cepu yg suka ikut campur urusan pribadi pdhl aku ga ada maksud apapun yg mengarah kesana. Dia ga terima hal2 yg dia sukai disetir sama ortuku yg menurut dia (dan aku yakin sebagian besar org) dicampuradukkan ke ranah pribadi terlepas karyanya bagaimana (bagi yg kesulitan berpikir ini kayak banyak yg ngefans Michael Jackson tp ga tau kalo dia seorang pedophil, walo hanya rumor sampe skrg. Seperti mendukung monster dan menginjak2 harga diri wanita sedunia). Aku ga pernah denger adekku sefrustasi itu, bahkan saking keselnya dia ga respek dengan mengata2i aku cewe t**** dan b*** karena kelamaan ga bergaul dgn dunia sekitar. That hit me so hard. Bapakku yg ga bisa baca situasi, cuman malah diam kami berantem di hp dan lagi2 terlihat seperti lelaki payah yg ga bisa memimpin RT dan tidak memantaskan diri sebagai org yg bijak. Apa ga bisa menahan diri untuk tidak membawa isu2 sensitif dan lebih baik menyarankan untuk berhati2 pada penipuan atau saran2 yg lebih pantas? Salahnya bapakku, menasihati adikku dgn tidak melihat sikonnya (kejadian rupanya bapakku ceramah didepan teman2nya, mungkin adikku merasa malu dgn prinsipnya bapakku yg dianggapnya super kolot). The ending is worst. Pada akhirnya aku cuman bisa membiarkan adekku marah dan ngasih ruang sendiri selama seminggu. Lagi2 aku cuman bisa menyalahkan diri sendiri. Berpikir ulang apakah masih pantas aku memberi ucapan selamat ultah dalam keadaan begini? Mau menyalahkan ortuku tapi ego ortu ga bisa dipersalahkan dalam kasus ini. Sempat kepikiran telepon balik tapi entah lah, aku masih takut sama responnya... Aku ga nyangka cuman perkara nonton konser bisa ngerusak tali persaudaraan dan keluarga hanya karena beda prinsip... . Aku tau menulis ini resikonya ke arah sensitive tapi aku harap yg baca topikku ini udah kategori dewasa ya, bisa berpikir logis dan kritis. Kalian boleh komen frontal ke aku or anything that you can advise me...thank you...

aku juga sering bangeett lagi ngalamin berselisih paham ntah dengan ortu, sodara maupun temen gara gara maksud dari sebuah omongan. kita ga maksud menyinggung atau bikin masalah dengan ucapan kita, tapi yg terjadi malah sebaiknya. cuma aku mikirnya gini, kita bisa anggep sepele, tapi di hati dan pikiran orang lain belom tentu, mungkin itu ngena banget di hatinya kan. apalagi sama sodara sist, kalo aku diposisimu, terlebih aku yg lebih tua, aku tetep bakal ngucapin selamat ultah. dan minta maaf lagi, dan mungkin coba ngejelasin lg kalo ga ada maksud untuk cepu atau apa. apalagi udah seminggu, smoga emosi adekmu udah turun dan bisa berpikir lebih bijak. kalo dia masih ga mau maafin, yodah, mungkin dia butuh waktu lbh lama, tapi yg penting kamu udah coba ngejelasin siih. ngarepin ortu yg menengahi jg ga mungkin kaan..

Mirip bapakku, beliau merantau sekalinya pulang ke rumah liat aku beli bakso langsung ceramah, "Kalau punya uang jangan boros, jangan jajan terus bla bla bla" Dia nggak tau selama ini sengirit apa aku di rumah, beli makanan di luar nggak mesti sebulan sekali saking aku mau berhemat tapi kalau ngomong seolah-olah nge-judge aku habis hambur-hamburin semua uangku, padahal itu hasil jerih payahku sendiri jangankan beli bakso sebungkus mau ku bakar pun sebenernya terserah aku. Bagian yang paling sedih bukan ceramahnya sih, tapi dia nggak mau mencoba mengerti terlebih dahulu, semua dinilai dari prespektifnya sedangkan aku nggak dikasih kesempatan ngomong, dia liatnya A ya A nggak peduli kebenaran dan perasaan anaknya. Nangis rasanya 😂 . Aku udah baca artikelnya tapi sayang nggak bisa liat komennya. Kaum mendang-mending bukan? Susah memang jelasin ke kaum mereka padahal cuma sesimple not everything is for everyone, kalau nggak bisa relate ya udah nggak perlu mendang-mending gitu kan urusin aja hidup masing-masing. Aku juga nggak suka Coldplay (bukan berarti benci loh ya memang nggak kenal aja) tapi kesel juga kalau ada yang nyinggung mereka yang war tiket sebagai orang yang boros dan perkataan negatif lainnya. Sama kayak rich shaming yang banding-bandingin the real rich one vs the one who wanna look rich, apaan sih nggak nyenyak kah tidur kalau belum banding-bandingin hidup orang, padahal mau kaosan mau fashionable selera masing-masing, nggak ada hubungannya sama kekayaan. Pun orang yang nggak bisa memisahkan karya seseorang dan kepribadiannya, kerja ya kerja aja yang profesional masalah kepribadian itu urusan masing-masing. Aku nggak suka C**ta La**a yang terkesan menilai dirinya lebih baik dari yang lain dengan pemahaman childfree-nya dan nggak suka koleksi barang mewah, tapi fun fact-nya hampir tiap hari aku dengerin lagu Vida untuk nemenin cuci piring karena musiknya bikin semangat, semacam mood booster gitu. Kata adekku kalau viewers-nya 5 juta yang sejuta dari aku saking tiap hari nonton di yt sebanyak 2 kali wkwk. Kalau trend sekarang, "Katanya nggak suka kok lagunya didengerin terus? Cuaks" 😆 Gimana ya, kepribadian dan karyanya adalah dua hal yang berbeda, aku tetep bisa nikmati karyanya tanpa perlu suka orangnya apalagi sampe ikut-ikutan menganut pemahamannya. Ya sebenernya bebas sih mau berpikir gimana tapi please lah jangan paksain pemikiran ke orang lain, ngasih tau/nasehatin boleh tapi jangan maksa. Apalagi kita udah dewasa udah paham resiko, selagi nggak merugikan orang lain seharusnya baik-baik aja. . Maaf ya sepanjang ini isinya cuma curhat sekalian menyampaikan unek-unek gitu kan hehe. Barusan nih aku liat postingan ig akun parenting, katanya nggak perlu sedih kalau sosok ayah kurang terlibat dalam pengasuhan anak-anaknya karena faktanya Indonesia termasuk fatherless country no. 3, jadi kayak maklumi aja karena udah bukan hal baru kalau ayah antara ada dan tiada. "Dimaklumi" bukan untuk dinormalisasi kok cuma untuk menghibur diri aja 🤣 Jadi permasalahan dengan bapak mungkin udah cukupkan sampe situ aja, sekarang pikirin caranya berbaikan sama adek. Aku setuju dengan komen-komen di bawah, karena posisimu yang lebih tua mungkin bisa lebih legowo untuk minta maaf lagi. Momen dia ultah bisa tuh jadi momen untuk ngobrol lagi diawali dengan kasih selamat, udah seminggu siapa tau tensinya udah turun. Semoga lekas berbaikan ya.

Ya ampun sis thiny.. Rasanya aku bisa membayangkan kejadian itu berputar di depan mataku sendiri, karena aku merasa temperamen bapakmu mirip dengan bapakku. Pasti tegang banget deg deg ser pas kejadian, semua seakan spiralling down padahal bermula dari hal kecil. Peluk virtual dari jauh dlu ya.. 😢 . Kurasa masalah ini ga bisa disederhanakan jadi "pertengkaran adek kakak" ataupun "perbedaan keyakinan" ya. Bisa jadi aku salah, tapi kalau tahu riwayat karakter bapakmu, sepertinya ini sebuah situasi di mana adikmu dari awal sudah tahu ada ranjau di rumah, dan dia berusaha menghindari itu, tapi nggak sengaja kamu mentrigger ranjau itu, dan karena sudah kadung terinjak, nggak bisa kalau nggak meledak. Adikmu marah banget ke kamu karena dia sejak awal sudah berusaha diam-diam dalam rangka memitigasi kekolotan bapakmu. Dan Bapakmu dengan "polosnya" merasa dia ga punya andil dalam menciptakan dinamika dan iklim keluarga yang kaku dan tegang sehingga masalah sesepele ini bisa meledak besar. . Pertama-tama, kalau saran aku, terlepas dari perannya yang besar, kesampingkan dulu bapakmu, karena perkara karakter bapakmu ini satu set masalah lain yang gak kalah ruwet. Reconciling with him means walking on even more fragile eggshells. Do not engage ketika kamu gak punya sekutu di keluarga. Capek sendiri nanti. . Kedua, terkait kado ultah, nggak usah merasa terbebani harus mengado tepat pada hari ulang tahunnya. Aku merasa langkah yang lebih tepat adalah kita belajar memahami situasi dan perasaan adikmu, dan baru melakukan pendekatan ketika dia sudah lebih siap. Langkah kamu untuk ngasih dia ruang sudah tepat menurutku. Tapi di keluarga yang situasinya seperti kamu, kadang "memberi ruang" ini menjelma jadi "pretend like it never happened; time will make people forget it anyway; why discuss it again? it sucks and it will never change". . Dulu tuh pernah yang bertengkar adalah adik dan kakakku. Tapi sebetulnya kurang tepat kalau disebut bertengkar. Aku sudah gak ingat konteks persisnya, tapi seingetku ada peran bapakku di situ. Jadi kehadiran bapakku memperumit sebuah situasi. Adikku sebetulnya muntab (frustrasi nahan emosi dan akhirnya marah) ke bapakku. Dia melampiaskan emosi ke chat keluarga. Kemudian kakakku mencoba meredamkan situasi--and I am sure as hell that all four of us, excluding my dad, were aware that my brother was upset at my dad, and no one else. Tapi bapakku (dengan dungunya, maap) menganggap di situ sedang terjadi pertengkaran kakak adek, lalu mencoba memberikan "nasehat" yang.. ya kocak ala munafik aja melihat dia sendiri sukanya marah-marah. Dia seorang diri yang gak sadar betapa semua orang tidak nyaman dengan kehadirannya. . Nah, kalau cerita berikutnya, aku nggak ingat apakah ini sambungan dari kejadian di atas atau peristiwa berbeda. Tapi settingnya adalah adekku marah pada bapakku di chat keluarga. Pas itu ibuku sedang menjalani kemoterapi dan harus menginap di RS setidaknya dua hari untuk satu sesi kemo. Malam itu aku yang jaga menemani ibuku. Ibuku nangis paca chat itu. Perasaannya kaget, sedih, campur aduk mungkin. Jujur, aku agak "mencemooh" reaksi ibuku dalam hati karena.. "Bu.. Ini sudah lebih dari 20 tahun suamimu kayak begitu, apa yang kamu harapkan? Anak-anak bahagia punya bapak kayak dia? Jangan becanda." Tapi ya ini tidak kuungkapkan 😅 . Pas itu aku dan semua saudaraku sudah masuk usia young adult. Otaknya sudah jalan. Di masa itu, ledakan bapakku memang berkurang, tp kurasa berkurangnya bukan karena beliau menjelma jadi bapak baik, tapi anak-anaknya lebih pinter mengidentifikasi dan menghindari ranjau. Mungkin kebetulan juga pas itu aku kerja jadi konselor, dan aku sudah menyelesaikan sebagian besar isu-isu personalku dengan bapakku, sehingga aku gak lagi mudah ketrigger seperti waktu remaja. Walhasil pas momen meledak itu terjadi lagi, aku merasa itu adalah waktu tepat buat kami (di luar bapak) untuk heart to heart. Aku arahin ibuku untuk ngobrol dengan adikku besok pagi ketika aku sama adikku gantian jaga. . Duh, aku masih inget banget sih kejadiannya. Betapa itu hampir menjelma menjadi "let time 'heals'", or more accurately, "let time make people forget". Adekku masuk kamar dengan bahasa tubuh yang "blocking" banget. Dia melengos langsung duduk di sofa kamar inap RS, dan menghadap TV, lalu menyalakan TV dengan volume keras. Aku melirik ibuku dan ibuku hanya terlihat putus asa, bingung harus bersikap gimana. Aku pilih konfrontatif, aku bilang ke adikku kalau ibuku pengen ngomong dan aku juga mengkondisikan situasi dengan bilang, "TVnya boleh dikecilkan dulu nggak?" . Singkat cerita, kami mengobrolkan peristiwa semalam. Aku pun akhirnya nangis dan banjir keluar dengan sendirinya tentang penyesalanku merasa gagal jadi kakak yang "melindungi adik", karena selama ini kukira aku sendiri yang tersiksa dengan sikap bapakku dan gak pernah sadar kalau adikku juga sangat gak nyaman dan marah dengan bapakku. tapi perlu kusampaikan ya, bahwa momen ini bukan sesuatu yang life changing bagi keluarga kami. sesudahnya, situasi dengan bapakku tidak ada perubahan. aku pribadi tidak tahu apakah ada dampaknya bagi adik atau ibuku. Tapi kalau bagiku, aku merasa lega bahwa dengan kejadian itu, aku menunjukkan sikap pada adekku bahwa 1. aku menyadari apa yang terjadi antara dia dan bapakku, 2. aku menyadari bahwa semua itu bikin dia gak nyaman sama bapakku, 3. dan aku tidak akan pernah berpura-pura menganggap itu gak terjadi (atau dengan kata lain, aku gak akan pernah bersikap seakan saudaraku tidak berhak marah pada bapakku). Harapanku saat itu memang sekadar menciptakan atmosfir baru, bahwa kita yang terganggu dengan bapak itu bukan sedang perang seorang diri, tapi ada orang lain yang mengalami hal yang sama. Aku gak pernah bercita-cita memperbaiki hubungan dg bapak atau mengubah bapak menjadi manusia baik. . Balik ke kasusmu, dg cerita yang aku share di atas, aku hanya pengen bilang, don't let your guilt eat you up and make you shifting the responsibility towards your dad. Jika kamu peduli dengan adikmu, jika kamu merasa bersalah dengan adikmu, kamu masih punya opsi untuk mengekspresikannya langsung ke adikmu tanpa harus ada peran dari bapakmu. Ucapan adikmu gak perlu kamu masukin hati. Itu ucapan orang saat marah--yang gak terkendali. . Adikmu pasti gedeg aja karena harga tiketnya gak murah, dan dia sudah berusaha berhati-hati, tapi tetep kebongkar. Btw, konser coldplay kapan sih? Kalau kamu pengen nunjukin niat baik, bisa juga kamu bantu nyelamur bapakmu supaya ga sadar kalau adikmu di tanggal tsb pergi ke konser. Bilang aja ada kerjaan di luar kota atau bantu proyek temen. . Terus catatan tambahan, kita boleh aja minta maaf, tapi perkara kapan orangnya mau menerima itu di luar kendali kita. It's okay. Just try to do things with your best intention.

ribut dikeluarga emang ga enak.... gw ngerti bgt. semoga cepet baikan ya.... moga dikasi jalan.... btw gw baca komennya, kaum mendang mending bgt, mending nonton utub, mending liat rekaman, dll. well, kl menurut gw sih uda ilang esensi dan hype nya dgn nonton konser langsung sih. ada alesan napa seseorang bisa sebeken itu dan aura nya itu yg ga bs didapet dr lo nonton rekaman doang.... well ini pendapat gw doang sih haha.... dan btw gw ga nonton coldplay krn emang ga sebegitu nge fansnya, jd ga ngincer jg (gw terakhir ngincer ampe bela2in itu pas beli tiket celine dion dan worth it bgt buat gw haha, maklum umur) soal adek, well, still it's a family. menurut gw ucapan modelan ultah, kasih hadiah, itu tetep bs dikasih diluar lg ribut atau ga. krn kita memang tujuannya jg beda konteks dgn ributnya. mertua gw pernah ngomong, biarpun lg ribut sama keluarga, tp kalo waktu makan, tetep tawarin makan. diluar kita lg ribut atau ga. krn itu namanya keluarga. ya istilah makan ini cuma ungkapan sih. tp kira2 nangkep lah maksudnya gmn. gw baca2 disini, kadang unik memang ya, namanya bapak, sering bgt problematic (jarang yg ibunya problematic, walaupun ada) dan paling sering kejadian itu krn kekeraskepalaan akibat didikan patriaki ini bener2 paling banyak jd akar masalah (bapak gw jg tipe kolot, tp skrg uda kalah hawa ama anak2 cwnya pdhl tipenya yg larang cw kerja, long story short, skrg dia uda ga maksain anak cw or menantu cw jd IRT. ) kasih ruang dan waktu itu emang uda paling bener koq. mungkin ga nyangka jg ya kl omongan coldplay ini bakalan jd ranjau. krn skrg ini emang lg heboh2nya dmn gw jg bingung np seheboh ini (sampe mo didemo katanya). mungkin ini yg nyebabin sist thiny ga ngeh kl ini malah bikin jd trigger masalah. btw, jgn cari siapa yg salah, tp fokus ke gmn menyelesaikan masalah ini sih kalo kata gw. krn nyalahin ortu pun ga akan menyelesaikan konflik ribut ma adeknya. dan gw baru bisa nyaranin 1 hal itu aja, soal ultah, tetep ucapin. sehabis itu mo kasi ruang dan waktunya lagi, liat sikonnya aja. soal prilaku dia yg mungkin msh ketus, ikhlasin aja. it's the risk. btw.... biar agak santai dikit.... ngomong2 soal konsernya, bahkan ada bbrp temen gw yg kesel ma calo nyumpahin batal krn ga dapet tiket (jgn ditiru wkwkwkwk)

Beda prinsip ma keyakinan boleh asal jangan...

19 Talks

Last talk 05 Jun 2023

Sort by

Edited on 09 Jun 2023

Edited on 04 Jun 2023

2